Father's Day
Tanggal 12 November.
Hari ini katanya Father's Day alias Hari Ayah, saya tahunya karena pas buka sosmed banyak yang pasang status tentang Hari Ayah. Pas lihat, saya jadi penasaran sejak kapan Hari Ayah di Indonesia ada, soalnya kan yang biasanya sering diucapin sama orang-orang adalah hari Ibu aja. Ada satu hal yang menarik, bahwa ternyata pemrakarsa Hari Ayah (Father's Day) adalah Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP), awalnya saya kirain yang mencetuskan Hari Ayah adalah para ayah-ayah yang lagi ngumpul entah dimana dan muncullah Hari Ayah, tapi ternyata bukan. Nah, kalau mau lebih tahu sejarahnya, klik aja disini.
My First Love Story
"Untuk Bapak"
H. Muhammad Nasir, SE, tetangga dan teman-temannya sering memanggilnya Pak aji Nasir, sepupuku sering memanggilnya Om aji Nasir, Mamaku sering memanggilnya bapaknya Adi, atau Bapakmu, sedangkan aku memanggilnya dengan sebutan Bapak. Nama lahirnya adalah Muhammad Nasir, gelar SE diperoleh setelah menamatkan kuliahnya di STIE Malang dan gelar Haji didepan namanya juga diperoleh setelah menunaikan ibadah haji tahun 2007 yang lalu. Awalnya, sebelum Bapak pulang dari ibadah haji, ada orang yang memberitahuku bahwa sepulang dari ibadah haji nanti, aku tidak boleh manggil Bapak dengan sebutan 'Bapak' lagi, tetapi memanggilnya 'aji' karena katanya kalau tetep manggil 'Bapak' artinya aku tidak hormat sama Bapak.
Singkat cerita, di hari kepulangan para jemaah haji dari kotaku akupun menemukan sosok Bapak. Dia sedang duduk di ruang tengah, sibuk berbagi cerita dengan para tamu dan sanak keluargaku yang datang menjemputnya hari itu. Aku hanya berdiri di pintu, sungkan dan bingung untuk bicara dengannya. Bapak kemudian melihatku dan tersenyum. Orang-orang segera menyuruhku mendekat ke Bapak dan sungkem padanya. Sejenak aku sempat ragu. Bingung harus memanggilnya dengan sebutan apa. Dan seperti mengerti apa yang kupikirkan, Bapak memberikan jawabannya dengan melakukan kebiasaan lamanya: menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut. Dan akhirnya, meskipun kadang orang-orang masih membicarakan soal 'cara-panggilan-yang-baik-dan-benar', aku tetap menyebut Bapakku dengan Bapak. Dia Bapakku, akan selalu begitu.
Bapak bekerja di salah satu kantor cabang BUMN di kota ku. Kata Mamak, Bapak itu ketua koperasi di sana. Menjadi ketua koperasi membuat Bapak memperoleh beberapa fasilitas. Salah satunya adalah kendaraan dinas. Aku masih mengingatnya, motornya jenis honda win 100. Dengan motor itu, Bapak lebih mudah berangkat dan pulang dari kantor. Dengan motor itu juga bapak sering mengantar kami: Kak Adi, Kak Ana, Kak Syawal dan aku, ke sekolah. Karena dulu aku yang paling kecil (saat itu), aku sering didudukkan dibagian depan. Motor yang terlalu tinggi menyebabkanku tidak bisa naik sendiri, jadi Bapak sering menggendong dan mengangkatku lalu didudukkan diatas tanki bensin motornya. Diatas motor, aku sangat suka ikut-ikutan memegang kemudi yang juga sedang dipegang Bapak, membunyikan klakson motor, memukul-mukul tangki sambil bernyanyi, atau membantu Bapak membuka penutup tangki sebelum diisi.
Sebenarnya si honda bukan motor pertama Bapak. Motor pertama Bapak adalah sejenis vespa berwarna biru tua yang kemudian diberikan kepada Om Yasin, adik Bapak yang paling kecil. Dulu dengan motor vespa itu Bapak sering mengantar Mamak mengajar ke sekolah dan vespa itu pula bukti sejarah masa pdkt Bapak ke Mamak. Sampai sekarang, aku masih sering menggoda Mama dengan mengungkit motor vespa dan cerita pdkt Bapak, itu sangat menyenangkan.
Banyak momen yang selalu mengingatkanku dengan Bapak. Saat sholat, makan, melihat pisang molen bahkan kadang saat belanja pun aku ingat dengan Bapak (Tentu aku mengingatnya, saat ini keberlangsungan ekonomiku masih ada ditangan Bapak, hahaha). Kebiasaan Bapak yang sangat aku sukai adalah kebiasaannya mengecup keningku setiap habis shalat, bukan cuma aku tetapi kami semua, anak-anaknya. Sebelum makan Bapak selalu mencuci tangannya, dan alih-alih mengelap tangannya yang basah dengan kain lap atau tissu, Bapak lebih suka menepuk-nepukkan tangannya yang basah itu diudara sehingga airnya terciprat kemana-mana.
Satu yang unik dari Bapak adalah beliau sering menyinden dan hanya pada dua waktu: sore hari dan saat beliau lagi happy. Bapakku bukan keturunan Jawa ataupun penikmat musik sinden. Bahkan Bapak juga tidak pernah mendengarkan musik kecuali kebetulan dia menemukannya dalam acara atau program tv. Namun, entah kenapa dia sangat suka menyinden dan hanya pada waktu yang kusebutkan tadi. Bapak sebenarnya tidak benar-benar bernyanyi atau menyinden, dia hanya bersenandung tetapi dengan nada-nada musik Jawa. Dan kau tahu itu dia lakukan untuk apa? Bapak melakukan itu, untuk menggoda Mamak. Ha!
Ya.. salah satu kebiasaan Bapak yang selalu membuatku tertawa adalah kebiasaannya membuat Mamak marah. Aku tidak tahu apa serunya membuat Mamak marah -bahkan tidak menyenangkan sama sekali. Merupakan hal yang bagus jika orang yang marah itu hanya melampiaskan kemarahannya pada orang yang membuatnya marah. Tetapi, Mamak tidak demikian. Satu berbuat dan semuanya kena. Aish~ entahlah, Bapak memang sering cari masalah dan kami juga kena 'remah-remahnya'. Meskipun begitu, setiap kali puas melihat Mamak marah Bapak selalu berkata begini:
"Mamamu itu cantik, dia tidak pernah marah."
Dan Mama akan menjawab: "Ah! Cantik, cantik. Selalu saja bikin marah.."
Bicara soal pisang molen, gorengan satu ini adalah favoritku diantara semua gorengan dan olahan apapun asalkan itu olahan dari pisang, aku pasti menyukainya. Pernah suatu waktu, aku berada dalam tahap 'siapa-mengganggu-akan-mati'. Mungkin karena bawaan hormon saat menstruasi plus saat itu sedang masa ujian, aku tidak mau diganggu orang lain. Namun yang terjadi, seharian itu aku kesal akan semua yang ada disekitarku dan dimalam hari bagaikan ibu-ibu sedang ngidam aku ingin memakan pisang molen. Aku lalu izin keluar untuk membeli gorengan itu, namun Mamak tidak memberikan izin karena malam sudah terlalu larut. Namun, Bapakku yang notabenenya juga capek dari kantor dengan senang hati pergi membelikan ku pisang molen. Aku menunggunya. Mungkin karena terlalu lama menunggu, aku sampai kehilangan nafsu untuk memakan gorengan itu. Bapak kemudian pulang dengan gorengan yang sudah dingin. Aku kesal, sangat.
"Tadi, kelilingka di kota. Tetapi yang biasa yang depan SMA habismi, yang dekat bank BRI juga habis. Pas adami kudapat, pulang tadi peccahki ban motorka. Kalau tidak enakmi itu pisang molen, nantipi kumakanki" Ceritanya.
Aku yang awalnya kesal bahkan tidak berniat memakan gorengan itu, akhirnya melahapnya sampai habis. Aku nyaris tidak menyadari perhatian Bapakku, dia tahu aku kesal seharian dan ingin membuatku senang. Bahkan, tanpa sempat makan malam dulu dia pergi membelikanku gorenga. Ah.. Bapak, betapa aku menyayangimu.
Pernah sekali aku menggantikan Mamak mendampingi Bapak ke pernikahan koleganya. Setelah bersiap sejak habis sholat magrib dan berdandan cantik, kami pun berangkat. Tiba dilokasi acara, Bapak langsung menuju panggung tempat kedua mempelai dan orang tuanya berdiri. Aku ikut disamping Bapak sambil memegang lengannya. Setelah menyalami dan mengucapkan selamat kepada pengantin dan keluarga serta memasukkan amplop passolo', kami turun dari panggung. Aku senang karena akhirnya bisa makan daging, apalagi di rumah Mamak jarang memasak daging kecuali saat acara-acara tertentu dan karena Mamak tidak suka makan daging. Tetapi anakmu lagi pengen makan itu, Mak...
Turun dari panggung, kukira Bapak akan pergi ke meja yang menyajikan makanan. Namun, Bapak malah berjalan ke arah pintu keluar. Ngacir. Maka pupuslah sudah harapanku makan enak malam itu. Setelahnya, aku tidak mau lagi ikut Bapak kalau diajak ke pesta pernikahan, toh buat apa? Lelah berdandan cantik plus berharap makan makanan enak, ujung-ujungnya gak jadi juga. Yaelah Pak.. hancur sudah impian anakmu ini buat makan daging gratis. Bye-bye toppalada, rendang, sate, acar, dan kawan-kawannya.."
Turun dari panggung, kukira Bapak akan pergi ke meja yang menyajikan makanan. Namun, Bapak malah berjalan ke arah pintu keluar. Ngacir. Maka pupuslah sudah harapanku makan enak malam itu. Setelahnya, aku tidak mau lagi ikut Bapak kalau diajak ke pesta pernikahan, toh buat apa? Lelah berdandan cantik plus berharap makan makanan enak, ujung-ujungnya gak jadi juga. Yaelah Pak.. hancur sudah impian anakmu ini buat makan daging gratis. Bye-bye toppalada, rendang, sate, acar, dan kawan-kawannya.."
Dari peristiwa itu juga aku akhirnya sadar kenapa Bapak tetap selalu makan dirumah meskipun telah menghadiri pesta pernikahan orang lain, ternyata beliau tidak pernah makan diacara pesta. Kata Bapak, masakan Mamak lebih enak dibandingkan makanan apapun. Iri deh, Mak..
Begitulah sosok cinta pertamaku. Cinta pertama yang kumiliki. Kurasa memang benar bahwa Ayah akan selalu menjadi cinta pertama anak perempuannya, seperti yang diterangkan oleh Freud dalam teori perkembangan psikoseksual manusia (ya.. walaupun 'konteks'nya kurasa agak sedikit berbeda). Aku jatuh cinta pada semua yang ada dalam Bapak. Meski terkadang tidak memberikan apa yang aku mau, tetapi aku sekarang tahu bahwa dia hanya akan memberikan dan mengabulkan apa yang aku butuhkan. Sebenarnya, aku ingin sekali menceritakan banyak hal mengenai Bapakku di Hari Ayah ini, namun jika kulakukan mungkin ceritanya akan bisa kujadikan novel. Awalnya sih pengen pasang status atau foto di sosmed bareng Bapak, tetapi aku sadar bahwa Bapakku itu untuk menulis pesan singkat di hp pun dia masih belajar, apalagi untuk membuka akun media sosial. Hmm mungkin masih butuh beberapa lama. Hahahaha :)
Bapak, aku sangat mencintaimu. Tidak ada kalimat yang maknanya lebih agung dari itu. Menurutku, kalau pun ada, aku tidak peduli. Aku mencintaimu, kau tahu, itu sudah cukup.