Kosan Berdarah (part 1)
Sebenarnya
ini hanya sebuah kisah lama dan bukan kisah yang menyenangkan. Tetapi, aku
merasa perlu menceritakan hal ini padamu. Kisah ini dimulai tahun 2013 yang
lalu. Tepatnya, kisah ini menceritakan mengenai Kia –mahasiswa baru
disalah satu universitas swasta di Jakarta Barat. Dari kampung kecilnya di
pelosok Kalimantan, dia berangkat seorang diri: tidak ada teman dan tidak ada
sanak saudara di Jakarta. Menyedihkan memang, namun dia harus memberanikan diri
ke Jakarta karena beasiswa disanalah yang bisa menyekolahkannya.
Kurasa
aku tidak perlu menceritakan bagaimana Kia sampai di kampusnya dan mengurus
segala tetek bengek pendaftaran. Singkat cerita setelah berkeliling dari satu
kosan ke kosan lainnya, akhirnya Kia mendapatkan kosan yang diinginkannya.
Letaknya tidak begitu jauh dari kampus, isi kamarnya cukup lengkap dengan: kasur;
lemari; dan kipas angin, lokasinya juga tidak begitu jauh dari berbagai
fasilitas yang dibutuhkan Kia, dan yang paling utama: harganya murah.
Dikosan
itu ada 10 kamar. Kia menempati kamar ketiga dibagian depan. Diminggu-minggu
awal, tidak ada hal aneh ataupun menakutkan yang dialaminya. Padahal, kosannya
itu terkenal dengan cerita hantunya. Mungkin karena itulah harga kamar
dikos-kosan itu murah sekali, batin Kia dalam hati. Meskipun begitu Kia tetap nyaman
disana karena baginya harga murah adalah yang utama, dia tidak ingin membebani
orang tuanya dengan biaya hidup di ibu kota yang menurutnya luar biasa mahal.
Hingga
tidak terasa sudah tiga bulan lamanya Kia tinggal dikosan itu. Tugas kuliah,
persiapan ujian dan aktivitas diorganisasi menyebabkannya selalu pulang nyaris
larut malam bahkan kadang terjaga hingga dini hari. Disaat-saat itulah dia
mulai sering mendengar suara dentingan besi tiap jam 1 malam lewat, atau suara langkah yang diseret dari
lorong-lorong sepi depan kamarnya, bahkan suara tangis dari tangga utama
disebelah kamarnya juga kadang sayup-sayup terdengar. Tetapi Kia tidak pernah
menanggapi serius hal tersebut, menurutnya selama dia tidak mengganggu
makhluk-makhluk tak kasat mata itu, mereka juga tidak akan mengganggunya.
Seperti
malam ini, Kia kembali berkutat dengan laporan praktikumnya ditemani secangkir kopi. Setelah beberapa lama
panggilan alam menuntutnya
untuk segera lari ke kamar mandi. Namun, tepat ketika dia membuka pintu
kamarnya tiba-tiba saja tampak sesosok bayangan hitam besar disana. Karena kaget, Kia sontak meloncat mundur dan akhirnya jatuh
terjungkal ke belakang. Bokongnya nyeri, telapak tangannya juga nyeri, jantungnya
berdegup dengan sangat kencang, mulutnya megap-megap seperti ikan terkapar -Kia
syok.
Belum sempat kekagetannya hilang, hidungnya menangkap bau
amis darah yang sangat menyengat dan tak lama kemudian sosok Dhiah muncul –teman
kosan sekaligus seniornya di kampus. Dhiah juga tampak kaget sesaat kemudian
terkekeh lucu melihat posisi Kia sekarang. Dan masih dengan berusaha menahan
senyum, Dhiah mengulurkan tangannya.
"Kamu ngapain sih Ki tengah malem? Sini, kubantu
berdiri." ucapnya.
Mungkin karena masih syok, Kia menerima saja uluran tangan
Dhiah dan membantunya berdiri. Dhiah kemudian meninggalkan Kia sendiri sambil
tetap tersenyum. Cukup lama Kia berdiri di balik pintu kamarnya, berusaha
menenangkan keterkejutannya. Tiba-tiba saja Kia merasakan ada sesuatu yang
dingin dipangkal pahanya, dilihatnya kebawah dan dia mengumpat keras.
"Fucking Shit!!"
Tanpa jeda apapun Kia menarik handuk, celana training dan panties dari lemari kemudian menghambur ke kamar mandi. Dalam kamar mandi perasaan Kia campur aduk:
kesal, terkejut, dan malu yang luar biasa. Pikirannya melayang kebeberapa saat
sebelumnya, saat Dhia terkekeh melihatnya duduk dengan posisi kaki terbuka
lebar menghadap pintu. Menurutnya, mungkin saja Dhia melihat celananya yang
basah karena dia pipisi akibat terlalu terkejut.
"Akh!! MALUUUU!!!" teriaknya lagi.
"KIAAA!! BERISIK! UDAH MALEM! balas Ibu kosannya dari
lantai bawah.
~*~
Sering kurang istirahat, stress, atau mungkin
terlalu paranoid, atau karena ‘penghuni’ kosan itu lagi iseng, Kia
menjadi lebih sering mendengar suara-suara aneh setiap malamnya. Suara
dentingan besi ditiap malam makin menjadi-jadi, suara kaki yang diseret kini
ditemani dengan suara geraman, memang suara tangisan ditengah malam tidak
terdengar lagi, tetapi malah berganti dengan suara dinding yang dikorek-korek
dengan sesuatu –sebenarnya Kia ingin tidak peduli, hanya saja suara itu berasal
dari dinding sebelah kamarnya didekat tangga utama. Dan yang paling aneh dari
itu semua adalah hanya dia yang mengalami peristiwa-peristiwa itu!! Tidak
satupun anak kosan lain mengalaminya, begitupun Dhiah –padahal dia penghuni
terlama dikosan.
Akibat dari peristiwa itu, kesehatan Kia pun menurun
drastis: batuknya tidak berhenti, demamnya dan pusing yang muncul tak tahu
waktu. Bahkan, lebam-lebam kebiruan juga mulai muncul di kaki dan tangannya. Tidak
ingin mengambil pusing sakitnya, Kia hanya meminum obat yang dibelinya di warung
samping kosan. Namun, bukannya sembuh Kia justru makin sakit. Untungnya ada
Dhiah yang selalu mau merawat dan menjaganya. Dhiah kadang menyuapinya makan,
membantunya membersihkan badan, mengumpulkan tugas-tugas kuliahnya, bahkan
merawatnya semalaman suntuk. Kata Dhiah, dia senang dan ikhlas membantu Kia
agar bisa cepat sembuh. Dan ya, selang seminggu dirawat, Kia akhirnya sembuh
seperti semula.
Semenjak dari itu Kia menjadi sangat akrab dengan Dhiah,
mereka sering melakukan berbagai hal bersama-sama –meski kadang hanya bengong
tidak jelas. Begitupun di malam Jumat sebelum tanggal 13 September 2013, mereka asyik mengerjakan tugasnya masing-masing di kamar Kia. Entah
mengapa malam itu terasa sangat sepi, semua teman-teman kosannya pergi, Ibu dan
Bapak kostnya juga sedang pergi menjenguk anaknya di pesantren. Tanpa sadar
mereka asyik bekerja hingga pukul 11.30 malam. Dhiah lalu memutuskan kembali ke kamarnya untuk
tidur.
Tidak lama kemudian Kia juga ikut menyusul Dhiah ke
dunia kapuk. Seperti biasa, Kia membaringkan kepalanya menghadap dinding dan
menutup mata. Tepat ketika dia mencapai tahap pertama tidur Non-REM nya, suara dari
dinding itu muncul lagi dan mengembalikan Kia ke alam sadarnya dengan mata yang
terbuka sempurna.
’Krik.. krik..
krik..’
‘Kriik..
kkkrrriik.. kriik..’
Semakin lama, suara seperti kuku yang digarukkan ke
dinding itu semakin jelas terdengar. Begitu juga suara jantung Kia yang entah
mengapa semakin lama degupannya juga semakin cepat. Tiba-tiba saja otaknya
menyadari sesuatu dan mengirimkan sinyal tanda bahaya kepada Kia untuk bangun
dan pergi sekarang juga. Namun, tubuhnya seolah-olah menolak mematuhi perintah otak
Kia. Tubuhnya mematung di atas Kasur dengan kepala menghadap dinding, matanya
fokus pada dinding dihadapannya yang mengeluarkan suara ‘krik.. kreek..’ aneh
dan menyeramkan.
Dipuncak konflik antara otak dan badannya, suara aneh itu
menghilang. Tetapi apa yang dilihatnya sekarang, seperti menghisap seluruh
kehidupan dari diri Kia. Dari balik dinding itu –yang sekarang berlubang karena
‘sesuatu’ dibalik dinding itu, mata Kia menangkap gambaran kepala entah milik
siapa. Kepala itu hitam pekat, lebih hitam dibantingkan kegelapan dibaliknya.
Matanya merah menyala menakutkan, menyebabkan siapapun yang menatapnya saat itu
berharap tidak pernah dihidupkan di dunia.
“KIA…” sebut sosok hitam itu.
Seketika itu juga Kia menyadari adanya kematian dari suara
itu. Sekonyong-konyong Kia langsung terlonjak dan bangun dari kasurnya, mundur
kebelakang menjauhi sosok hitam itu dan menabrakkan punggungnya pada dinding
dibelakangnya. Di saat itu, alaram tanda bahaya menunjukkan jalan pada Kia.
Dengan entah keberanian dan kekuatan dari mana, Kia berdiri dan menerobos
keluar dari kamarnya. Dia berlari dengan kencang ke arah kamar Dhiah tanpa
menoleh ke belakang. Kia ketakutan, jika ia berhenti berlari dan tertangkap
oleh makhluk itu. Mungkin ia akan MATI!!
![](http://api.ning.com/files/OKREZcZ3IkuaM-2GSQLrofHAFZeVGjYhreuhUPkr7K*L67GpLLCa1vY9EwnyfgivI9jy1GzWOCblwhgCdImXRdGE4PH0YUW6/TheJoker.jpg)
*bersambung