Perempuan penggenggam pedang
Hari
itu aku bertemu dengannya
Dengan
si perempuan pemegang belatiIa menangis
‘ada
apa?’ tanyaku
Lalu,
dengan sesenggukan dia berceritaTentang lelaki yang tanggannya tak boleh dia genggam
Tentang pria bermata hangat
Tentang sosok yang dimilikinya dikala senja
Tentang persahabatan
Tentang pengorbanan
Dan tentang apa yang dia bilang: ‘cukup mencintainya untuk membiarkannya pergi’
Hari itu aku bertemu dengannya
Dengan si perempuan pemegang belati
Ia menangis
Dadanya berdarah penuh luka menganga
Sedangkan di tangannya, sebuah belati terhunus berlumurkan darah
Kukira ia bersedih karena luka
Ternyata ia menangis karena duka
Hari
ini aku bertemu dengannya
Dengan
si perempuan penggenggam pedangIa tak lagi sengsara
Tangan kanannnya kokoh menghunus pedang
Dan tangan kirinya lembut mendekap cinta
Hari ini aku bertemu dengannya
Dengan si perempuan penggenggam pedang
Ia tak lagi sengsara
Kukira ia tak tahu apa-apa.
Ternyata dia hanya menolak memahaminya
Suatu
hari nanti aku bertemu dengannya
Dengan
si perempuan di bawah pohon kambojaIa tak tertawa
Ataupun tersenyum bahagia
Wajahnya basah oleh derita
‘ada apa?’ tanyaku
Ia hanya menggeleng pelan, lalu kembali merana
Suatu hari nanti aku bertemu dengannya
Dengan si perempuan di bawah pohon kamboja
Ia tak tertawa
Ataupun tersenyum bahagia
Seluruh tubuhnya berlumur darah
Tak ada pedang dalam genggamannya
Maupun belati dalam saku pinggangnya
Yang ada hanya luka,
Juga cinta yang tak lagi bernyawa
Aku bertemu lagi dengannya
Dengan si perempuan dalam pantulan kaca
Tak ada pedang, tak ada belati, juga tak ada lara.
Tak ada apa-apa.
Ia berkata: ‘sekarang aku paham’
Tentang pedang yang memberi rasa aman
Tentang dekapan yang membalas cinta
Juga tentang perjanjian diantara keduanya
Bahwa saat menggenggam pedang, aku tak bisa memeluknya.
Bahwa menggenggam pedang dan memeluknya, hanya akan membawa pada kematian di ujung sana.
Aku bertemu lagi dengannya
Dengan si perempuan dalam pantulan kaca