Surga putih: Pantai Lemo-Lemo dan Pantai Kasuso,Bulukumba

Assalamualaikum, readers J
Langsung saja, dalam menyambut kebaikan kampusku tercinta yang sudah memberikan liburan terpanjang dalam sejarah Universitas Esa Unggul, aku pun memanfaatkan libur 2 bulan ini sebaik-baiknya, yaitu: traveling keliling pantai Bulukumbaaaaaaaa *tiba2 sujud syukur*
Hasratku untuk melihat dan mengunjungi semua pantai dan tempat wisata yang keren di Bulukumba sudah ada sejak lama, sayangnya keinginanku itu tidak bisa terpenuhi begitu saja. Emang sih, sayang banget udah hidup 18 tahun di Bulukumba malah gak pernah keliling liburan, tapi pas udah ngerantau ke tanah orang malah baru sempet. Tapi bodo’ amat lah yaa.. intinya pucuk dicinta jodoh pun tiba *abaikan peribahasanya, anggap aja maknanya sama* Dan… tujuan destinasiku kali ini adalah Pantai Lemo-Lemo dan Pantai Kasuso.
Dimana sih Pantai Lemo-Lemo itu? Surga pasir putih ini terletak di Desa Ara Kecamatan Bonto Bahari, Bulukumba. Pantai lemo-lemo berjarak kira-kira 7 km dari lokasi pembuatan perahu phinisi, itung-itungannya nih yaa sekitar 1-1,5 jam perjalanan ke sana kalo naik motor dari kota Bulukumba dengan kecepatan 60 km/jam. Kata ‘lemo’ sendiri merupakan bahasa Bugis-Makassar yang berarti jeruk. Cukup aneh memang karena di pantai itu sama sekali gak ada pohon jeruk, tetapi diberi nama ‘lemo’. Kalian tanya kenapa? Mollaa~ jangan tanya saya. Pantai Lemo-lemo tidak hanya terkenal dengan pasir putihnya, karang dipinggir pantai yang menyemburkan air, monyet dan kus-kus yang berkeliaran di hutan, tetapi juga terkenal karena di sekitar pantai ini kamu bisa menemukan gua tersembunyi. Woow . . . . amazing!! >.<
Eits..! Hapus ilernya dulu dong, saya kan belum ceritain gimana kerennya pantai Kasuso di Bulukumba. Pantai Kasuso terletak di Dusun Kasuso, Desa Darubiah, Kecamatan Bonto Bahari, Bulukumba. Tepatnya nih ya, kira-kira 6 km sebelum Tanjung Bira ada pertigaan.. nah belok ke kiri aja. Banyak sih pertigaan sebelum Tanjung Bira, intinya biar gak tersesat yah.. nanya aja ke orang lewat pasti ditunjukin jalannya. Iya, jalannya.. jalan ke syurga #eh?? O_O
Pantai Kasuso tidak hanya memiliki pasir putih yang bersih dan halus macem tepung terigu, tetapi juga memiliki tebing karang yang mengelilingi sepanjang bibir pantai. Dengan objek yang paling terkenal disana yaitu batu karang besar yang tidak begitu jauh dari bibir pantai, macam di Tanah Lot Bali –meskipun di atas bukitnya bukan candi– dan masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Batu Taha.
Maka tepat di hari ke-39  dari liburan panjang itu, saya dan teman2 –Lhisa, Suci, Ari, dan Riska– berangkat ke Pantai Lemo-Lemo dan Pantai Kasuso. Perjalanan dimulai sekitar pukul 11 siang. Karena saya bukan orang bule yang pengen itemin kulit, jadilah saya pasang kaos tangan, masker dan kaos kaki. Semua siap! Berangkaaaat,,, cap cus ciiin… Sepanjang perjalanan saya asyik mengobrol dengan Lhisa di atas motor jadi, sementara itu Suci dibonceng Ari, dan Riska dibonceng sepupunya, Wiwin. Untungnya saya ini cewek seterong alias strong. Jadi, meskipun harus mengejar kecepatan motor Ari dan Wiwin, saya masih bisalah dikit-dikit.
Tepat ketika kami sudah memasuki wilayah Desa Ara, Ari –yang kebetulan paling depan –tiba-tiba nyebrang ke kanan jalan dan masuk ke jalan antah berantah. Ikutlah saya berbelok, pas tengok ke kiri ternyata ada papan kecil imut-imut lucu dengan warna biru muda dan tulisan putih bertuliskan: ‘Pantai Lemo-Lemo 7 km’. Alamaaak… emang papan penunjuknya gak bisa lebih kecil lagi apa? Kalau saya yang di depan, sudah pasti kami gak nyampe ke Pantai Lemo-Lemo dan malah nyebrang ke Selayar.
Ok. Mengikuti guide dadakan kami, perjalanan dilanjutkan. Ini pertama kalinya saya ke Pantai Lemo-Lemo dan akhirnya mengalami sindrom ‘for the very first trip’ sehingga jalan 7 km dengan batu-betu kerikil, dan jalan yang gak bisa dibilang bagus menjelma menjadi perjalanan terpanjang untukku hari itu.  Setelah perjalanan yang sebenarnya gak begitu jauh tapi berasa seperti mengendarai motor selama 10 jam, finally…..!!! I Arriveeeeeeeeeeed……
. . . . .
. . . . .
. . . . .
Do u want to know what happened? REALLY?? U know, it’s totally differend from my imagination. Ekspektasi ≠ realita. Sedih? Gak juga sih.. Kecewa? Mungkin. *kok tiba-tiba jadi galau nih cerita* Okay, I’ll tell u. Pasirnya putih bersih, airnya menampilkan degradasi warna biru yang menakjubkan, ombaknya kecil dan memberikan kesan tenang. Ada sekitar 2-3 rumah dibibir pantai, ada juga beberapa pohon yang sangat enak dijadikan tempat meneduh, dan jejeran beberapa tempat duduk dari kayu untuk menikmati pantai. Namun, pantainya gak sebersih yang aku harapkan. Macam gambar di bawah nih:

Kondisi Pantai Lemo-Lemo saat ini

Sedih kan? Sama! Saya juga. Udah jauh-jauh kesana, gak mungkin dong saya pulang atau futu-futu dengan latar macem tuh. Bagus sih sebenarnya.. tapi panas-panasan gak pengenlah. Jadilah kami berjalan menyisir pantai ke arah kanan, kali aja dapat lokasi yang amazing bingo. Tanpa bantuan peta Dora the Explores ataupun alat-alatnya Doraemon kami akhirnya menemukan lokasi ini:

Lumayan adem tempatnya. Dibawah dua pohon itu ada papan sebagai tempat duduk, tidak hanya itu, kami juga menemukan gazebo dari ranting dan atap daun-daun, ada batu-batu karang yang disusun menjadi dinding yang menarik dengan kesan natral, lokasi yang lumayan baguslah. Maka dimulailah sesi foto-foto kami. Berbagai gaya dari yang berdiri sampe yang tiduran, dari sendiri sampe rame-rame pun ada. To be honest, pengennya sih lebih rame lagi orang yang foto-foto, tapi mau gimana lagi.. teman-temanku udah pada sibuk kuliah. Pengen ngajak anak SNSD KW 2, merekanya juga pada jauh, susah kesananya. Mau pasang gambar di beranda facebook dan ngetag mereka sambil berdoa semoga bisa ke tempat ini bareng-bareng…  tapi takut mereka pada ngatain alay. Jadilah saya nulis disini, sekalian curhat. Hehehe
Dibawah pohon nih yaa

Puas mengebadikan diri di Lemo-Lemo dan dikagetin monyet, saya –sebagai Ibu Ketua Darmawanita *eh? salah fokus– mengajak mereka buat lanjutin perjalanan ke Pantai Kasuso. Dipilihlah buat jalan melewati jalan setapak di antara semak belukar agar kami bisa sampai ke tempat parkir motor. Dibandingkan lewat pantai kan mendingan lewat situ, susah boo jalan pake wedges kalo di pantai. Awalnya sih asyik-asyik aja jalan kaki berlima –si Wiwin milih jagain motor dan gak ikut foto2 –tetapi pas lihat kanan dan kiri. . . Horor bingiiiit. Di antara semak dan pohon-pohon di pinggir jalan bertebaranlah perkuburan, entah itu kuburan siapa. Meskipun saat itu siang bolong, tetapi tetap aja suasananya gak enak apalagi gak ada rumah disekitar tempat itu. Berasa lagi syuting film horor atau sinetron Masalembo. Syereeem maaak…
Sayangnya kami gak sempat ke gua sekitar pantai, sebenarnya saya gak tahu guanya ada dimana soalnya yang nunjuk si Ari dan karena saya udah kebelet mau ke Pantai Kasuso, berangkatlah kami ke destinasi selanjutnya. Perjalanan 7 km kembali ke jalan utama justru tidak terasa seperti sebelumnya. Jalan yang kami lalui udah mirip lagu opening kartun Ninja Hatori –naik turun mendaki gunung melewati lembah –kemudian Wiwin berbelok ke kiri di pertigaan. Entah kami ada dimana, saya gak tahu dan memilih untuk mengikuti mereka.
Sebenarnya Suci udah cerita kalau jalan ke Kasuso lumayan sulit. Tapi, saya agak sangsi soalnya belum benar-benar liat dan mencoba medannya. Dan ternyata eh ternyataaaa. . . emang beneran!! Aduduuhhh emaak~ yang bikin nih jalan siapa sih? Jalannya berkelok dengan jurang di samping kanan-kiri ditambah kemiringan jalan yang lumayan sehingga sepanjang penurunan itu saya cuma ngerem motor terus. Iya sih, jalan ke Kasuso masih lebih baik dibanding Apparalang yang nyaris membuat saya dan Suci terbang dengan motor, tetapi tetap saja… jari-jari tanganku yang unyu-unyu dan kinyis-kinyis jadi kerja keras.
Sama seperti Lemo-Lemo, Kasuso juga memiliki pasir putih yang cantik. Yang membedakannya yaitu karang tinggi di sepanjang bibir pantai, batu taha, dan rumah-rumah penduduk yang tepat disepanjang garis pantai sehingga suasananya jadi lebih manusiawi, gak horor-horor amat. Pantainya juga sedikit lebih bersih daripada Lemo-Lemo dan yang paling UTAMA!! Jreng.. jreng.. jreng.. ada yang jualan air minum!! Ahahaha :D saya haus banget vroooh dan salah saya sendiri gak bawa air, jadilah tenggorokan saya kena musim kemarau. Minum air dingin pas haus hausnya tuh, berasa udah melakukan ekspedisi di gurun selama berhari-hari dan akhirnya menemukan oasis, rasanyaaa~ Nik to the mat. Nikmaaaaaat
Kami berlima duduk beristirahat dengan menikmati pemandangan pantai sambil mencicipi sajian gorengan dan bakwan pedas yang dijual oleh warga sekitar, ditambah sapuan angin pantai dan deburan ombak, hmmmm… lumayanlah buat ngebayar keletihan saya. Selesai beristirahat kami melanjutkan untuk mengabadikan Pantai Kasuso

Memandangi pantai sambil menikmari gorengan

Bagaimana batu taha itu?? Penasaran kan.. ini dia BATU TAHA:



Keisengan Riska (kiri) dan Lhisa (kanan)

Suci dan Ari

Diriku dengan latar Batu Taha #sokmisterius
Sekitar jam 4 sore, kami memutuskan untuk kembali ke kota Bulukumba. Mulailah saya mempersiapkan diri lahir batin dan terutama jari-jari saya, bukan untuk menarik rem tetapi buat tarik gas motor biar bisa naik. Kan gak lucu, bisa turun tapi gak bisa naik. Setelah berjuang cukup keras, Alhamdulillah motor saya bisa naik dan kembali ke jalan utama. Sesaat setelah kami semua bisa kembali ke jalan utama, tanpa ba-bi-bu aku langsung membawa motorku membelah jalanan yang sepi. Ntah kenapa jiwa Valentino Rossi dalam diriku tiba-tiba ingin keluar, mungkin karena melihat suasana jalan yang sepi kali ya.. Tanpa terasa, aku sudah mendekati wilayah Ujung Loe meninggalkan Suci dkk dibelakang. Saat aku dan Lhisa singgah untuk beli air minum, si Riska nelfon dan ngomong yang intinya kek gini:
“Da, bisa balik gak? Aku sama Wiwin baru aja jalan di jalan raya tapi motorku mogok kehabisan bensin, trus disini gak ada yang jualan. Aku udah nelfon Suci tapi gak diangkat. Tolong beliin bensin, Da.”
Hahahaha.. luas biasa kan? Tanpa tedeng aling-aling dan tanpa mikirin jarak yang udah aku tempuh, aku membawa motorku dengan kecepatan tinggi ke posisi Riska sambil ngebawa bensin. Perjalananku yang kedua pun dimulai, tidak berapa lama papan yang menunjukkan arah Pantai Lemo-Lemo kulewati, aku kembali menelfon Riska untuk memastikan posisinya dan dia bilang masih jauh dari Pantai Lemo-Lemo. Ok! Kembali aku memacu motorku melewati jalan ke arah Tanjung Bira. Ditengah perjalanan aku bertemu Ari-Suci yang ternyata baru mau membeli bensin untuk Riska, tetapi pas melihatku membawa bensin mereka tidak jadi membelinya.
Aku sudah berjalan cukup jauh tetapi batang hidung Riska belum juga keliatan, begitu pula dengan Ari-Suci yang tidak menyusul kami. Kami –aku dan Lhisa– mulai putus asa dan nyaris menggunakan bensin yang kami bawa untuk diri kami sendiri sampai akhirnya aku melihat Riska dan Wiwin yang duduk dipinggir jalan. Ya Tuhaan.. teman-teman saya kok keliatannya kasian amat yaa..
Kami pun melanjutkan perjalanan, tetapi sepanjang jalan aku tidak bertemu Ari-Suci. Mulailah saya khawatir lagi, takut mereka kenapa-napa. Sampai akhirnya kami sampai di tempatku membeli bensin, keliatanlah dua anak manusia tuh lagi asik minum air di atas motor. Hmmm… enak kali ya makan mereka, dasar!! Akhirnya setelah selesai mengomeli mereka, kami sepakat melanjutkan perjalanan pulang dengan berkendara beriringan macam anak bebek ngikutin induknya. Sebelum pulang, kami singgah makan bakso di warung bakso Mas Anto. Untungnya  Ari-Suci bersedia mentraktir kami, padahal aku cuma bercanda loh.. pas minta mereka bayarin, hihihi *evil smile*
  Overall, jalan-jalan kali ini sangat menyenangkan. Aku bisa melegakan hasratku untuk melihat dan mengunjungi pantai-pantai itu. Harapan aku ke depan sih, semoga warga Bulukumba dan semua orang yang benar-benar cinta sama lingkungan –termasuk Pemda Bulukumba– bisa ikut serta menjaga lingkungan dan daerah pariwisata di Bulukumba. Pantai yang cantik macam Lemo-Lemo itu sayang banget dibiarin kotor dan gak dikelolah. Sekali lagi terima kasih buat teman-teman yang menemaniku dalam perjalanan kali ini.. Let’s travel again next time ;)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Personologi Theory: Henry Murray

Observasi: pengantar 'bagian 1'

Kisah Sehari di Yayasan Sayap Ibu Bintaro